Apa yang menjadi biang keladi rusaknya pernikahan?
Masalah utama pernikahan dewasa ini bukanlah masalah seks, keuangan, ataupun masalah anak-anak. Melainkan hilangnya komunikasi suami-isteri. Hilang kemana? Sepertinya aneh sekali. Sejak kecil kan sudah diajar bagaimana ngomong, tetapi begitu menikah, kita merasa komunikasi jadi sangat sulit. Komunikasilah biang utama, pemicu semua masalah bahkan berujung pada perceraian.
Memang sejak kecil kita sudah belajar bertutur. Awalnya dari mengenal alphabet: A-B-C-D-E-F-G sampai Z dirangkai menjadi kalimat, lagipula bermacam-macam kata sudah diajarkan orang tua kita. Betul! Kita bisa bicara, bahkan terbiasa bicara. Tapi belum tentu apa yang kita sampaikan membangun dan memberi kekuatan bagi orang lain. Kita paham berbicara, tapi berkomunikasi dengan benar?
Kala memasuki dimensi kehidupan yang baru yaitu pernikahan, kita mulai menjalani kehidupan bersama seorang yang BUKAN diri kita. Dia dibesarkan dengan cara yang berbeda, termasuk caranya berkomunikasi. Karenanya, komunikasi menjadi gampang-gampang susah.
Mari kita telusuri komunikasi secara teologis.
1. Pandangan Teologis
Mengapa komunikasi menjadi sangat berarti bagi manusia? Saya percaya, manusia dicipta menurut gambar dan rupa Allah. Allah yang kita sembah adalah Allah Tritunggal. Di dalam kekekalan Dia tidak pernah sendirian. Ia adalah Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus. Sebelum semuanya ada, dan sebelum manusia ada, Allah Tritunggal saling berkomunikasi, saling berelasi di antara Mereka di dalam kekekalan.
Itulah alasannya, mengapa manusia tidak dicipta sendirian. Sejatinya, Tuhan ingin manusia berelasi satu dengan yang lain serupa dengan komunikasi yang dibangun Allah Tritunggal dengan berlandaskan kasih.
Apa yang terjadi kalau manusia tidak berelasi? Kesepian. Sungguh kesepian. Bukankah salah satu penderitaan manusia yang paling berat adalah kesepian? Berapa banyak manusia meregang nyawa karena kesepian?
Di tengah keluarga, bersama suami tercintapun kesepian mampir, karena gagal berkomunikasi. Sering pula kita menemukan orang yang kesepian di tengah keramaian karena tidak mampu MEMULAI komunikasi dengan orang lain.
Bila muncul kesadaran ini, seharusnya kita melatih Social Need sehingga komunikasi menjaditokcer, dengan pasangan kita tentunya.
Seorang yang membangun komunikasi dan relasi dengan orang lain, berarti mendekati gambar dan rupa Allah. Di sisi lain, kalau tidak cakap berkomunikasi, pastilah sedang menjauh. Mengapa demikian?
Karena manusia telah jatuh ke dalam dosa, situasi keluarga menjadi kompleks luar biasa. Akhirnya, dosa membuat manusia menjauhi gambar dan rupa Allah, ujung-ujungnya komunikasi suami isteri memburuk.
Saya perhatikan banyak suami-isteri yang BERDOSA ketika berbicara kepada pasangannya.
Apa yang dimaksud dengan jatuh ke dalam dosa sewaktu bicara? Mari kita melihat contoh komunikasi suami-isteri dari Firman Tuhan. Komunikasi bisa dibagi dalam dua kategori yaituSEBELUM manusia jatuh dalam dosa dan SESUDAH manusia jatuh dalam dosa.
2. Komunikasi Sebelum Jatuh Dalam Dosa
Sebelum jatuh ke dalam dosa, manusia berkomunikasi dengan indah sekali. Adam berkata pada Hawa, sebuah puisi yang sangat memukau ketika Adam melihat Hawa. Apa yang dikatakannya? “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki."(Kejadian 2: 23) Indah sekali bukan? Hawa tersanjung mendengarkan puisi Adam dan mungkin menjawab,”Oh, sungguh aku berbahagia boleh menjalani hidup bersamamu, Suamiku.”
Sebelum jatuh, komunikasi Adam Hawa terjalin mesra. Bisa memuji, mudah mengerti, dan cakap membangun satu sama lain. Setelah berbincang-bincang perasaan mereka makin terikat kuat, menyatu dan mengasihi.
3. Komunikasi Setelah Jatuh Dalam Dosa
Apa yang terjadi setelah manusia jatuh dalam dosa?
”Tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati!” Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: “Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.”
Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya.
Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat. Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah di antara pohon-pohonan dalam taman.
Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: “Di manakah engkau?” Ia menjawab: “Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi.” Firman-Nya: “Siapakah yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau telanjang? Apakah engkau makan dari buah pohon, yang Ku-larang engkau makan itu?” Manusia itu menjawab: “Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan.” Kemudian berfirmanlah TUHAN Allah kepada perempuan itu: “Apakah yang telah kauperbuat ini?” Jawab perempuan itu: “Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan.” (Kejadian 3: 3-13)
Setelah manusia jatuh ke dalam dosa, mari kita telaah Firman Tuhan di atas. Tuhan pernah mengatakan kepada Adam, “Jangan pernah memakan buah itu” tetapi Adam tidak mentaati-Nya, akibatnya masalah besar bertamu tanpa diundang.
Sewaktu Tuhan meminta pertanggung-jawaban Adam, apa jawabannya? Dia langsung MENYALAHKAN Hawa, “Perempuan itu yang Kau tempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu, maka kumakan”. Lalu apa jawab Hawa? Dia mencari korban untuk disalahkan juga. Menyalahkan siapa? Ular. ”Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan.” Ular dicela-cela jadi bingung deh karena tidak bisa menemukan korban berikutnya. Inilah komunikasi suami-isteri setelah jatuh dalam dosa, SALING MENYALAHKAN.
Kita sadar pernikahan tidak pernah terlepas dari masalah. Sebelum menikah, sang pria punya setumpuk masalah, sang wanita same-same. After marriage, masalah mereka jadi dua tumpuk kan? Tambah berat!
Jangan pernah berpikir pernikahan akan menyelesaikan masalah yang ada! Masalah justru berkembang semakin kompleks, karenanya suami-isteri dituntut mahir berkomunikasi untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut.
Seyogyanya masalah ada untuk membuat manusia semakin kuat dan bergantung kepada Tuhan. Yang terjadi justru sebaliknya, yang menyedihkan… kehadiran masalah ditambah keberdosaan manusia, suami-isteri bicara tapi malah makin terpisah. Makin berkata-kata malah makin jauh. Saat menghadapi masalah, saling menyalahkan.
Suami menyalahkan isteri. ”Kamu sih orangnya, pelupa! Semua orang juga bilang kamu payah. Sekarang lihat kamu yang bikin semua ini jadi begini. Saya jadi percaya kamu memang payah. Ini semua gara-gara kamu. Aku kan kemarin sudah bilang, jangan begitu! Dasar tidak mau dengar kata-kata suami!”
Isteri sakit hati, dituding-tuding dan tentunya tidak mau dikata-katai. Bagaimana reaksinya? Ada dua kemungkinan:
- Dia akan membalas dengan menyalahkan suaminya kembali (kalau berani). Atau mencari korban lainnya, anak-anak, pembantu, dan binatang piaraan (kalau ada) di rumahnya.
- Kalau tidak berani, akhirnya menyalahkan diri sendiri, ”Memang aku isteri yang bodoh dan payah.” Isteri jadi stress, tidak bahagia, dan membangun self-pity, ”Yah, aku lagi yang salah.”
Pastinya komunikasi seperti ini menanam kepahitan demi kepahitan sampai berakhir dengan kehancuran pernikahan.
Sumber : changkhuifa.com
0 komentar :
Posting Komentar