Perfectionist Personality. Pribadi yang perfeksionis jika digabung dengan insting lebih dahsyat lagi kerusakannya. Perfeksionis itu apa? Ada dua macam:
Yang pertama, menurut standar diriku. Orang lain melihatnya, ah itu tidak ideal. Tapi menurutku, itulah yang ideal. Jadi, segala sesuatu harus sesuai dengan caranya. Misalnya: makan nasi, sopnya harus dipisah. Masuk rumah tidak boleh pakai sepatu. Mandi tidak boleh lama, 5 menit saja. Cenderung mengatur orang dengan standar yang dibuatnya sendiri. Tapi, masih bisa dimengerti.
Macam kedua, terlalu sempurna sampai tidak masuk akal. Misalnya, rumah harus selalu bersih! Debu tidak boleh ada sedikitpun. Ideal sekali, mana mungkin rumah tidak ada debu. Menuntut sepatu harus selalu ada di raknya dan tidak boleh pindah. Miring sedikit ke kanan atau ke kiri, sudah gerutuan. Semua harus mengikuti idealismenya.
Sejujurnya, berdekatan dengan Mr or Mrs. Perfect bikin susah hidup!
Sejak kecil, mungkin dibesarkan dengan tuntutan tinggi, sudah terbiasa menempa diri. Bertemu orang seperti ini, seringkali kita merasa tidak nyaman. Cenderung ingin fixing something. Di rumah, jika ada yang kurang beres pasti diperbaiki. Matanya gatal kalau rumah berantakan.
Akhirnya, mereka sulit menyediakan waktu bercakap-cakap dengan pasangannya, selalu sibuk sendiri. Baru diajak isterinya ngobrol, eh tidak berapa lama ditinggal. Sudah sibuk lagi memperbaiki ini dan itu.
Seorang ibu di Jakarta pernah menelpon saya,”Aduh….! Saya seeebel deh sama suami saya. Bayangin, saya tidak pernah diajak omong.” Setelah kami bincang-bincang, ternyata masalahnya justru pada sang dirinya. Ibu ini yang super sibuk di rumah sampai sang suami bosan mengajak ngobrol. Isteri kerjanya muter-muter persis setrikaan.
Lalu sang isteri berkata, ”Lha iya lah… kan rumah ga bisa berantakan dong! Nanti kalau barang pindah tempat, kan saya musti taruh di tempatnya lagi. Kalau perabotan berdebu kan saya musti lap lagi.”
Saya katakan, ”Ibu coba belajar duduk dengan suami. Nanti kalau suami ibu sedang santai di depan dan sendirian, coba deh sediakan teh, kopi dan makanan kecil. Lalu belajarlah duduk sebelah dia.”
Sang ibu malah merespon, ”Tapi kan….saya musti beresin ini, beresin itu. Mana sempat untuk duduk-duduk saja.” Memang sulit kalau kepribadian perfeksionis sudah menguasai, pantesan suaminya jadi malas bicara…
Kelemahan perfeksionis tidak bisa melepas. Belajarlah Let It and Let Go! Biarkanlah sementara waktu semuanya berantakan, tak apa-apa toh. Jelas tidak ada yang jatuh sakit karena berantakan sedikit.
Apa yang terpenting di rumah? Pelihara barang-barang atau memelihara pasangan? Kalau terjebak dalam kepribadian yang selalu ingin sempurna, akhirnya energi habis. Kapan intimasi suami isteri dapat dibangun? Terus memperbaiki ini dan itu. Sementara suami sedang duduk, mungkin sang isteri menyediakan teh. Habis itu ditinggal…
Selalu ingin ‘fixing something’, seperti tidak punya waktu dengan kekasihnya. Padahal dulu waktu pacaran intim sekali. Dulu tidak ada yang diberesin, kalau ketemu sudah rapi dan sudah bagus segala sesuatunya. Sekarang, rumah tangga selalu ada kewajibannya. Ingat, kita juga harus mencoba untuk memberikan satu ruangan utama dalam diri kita bagi sang kekasih.
Sumber : changkhuifa.com
0 komentar :
Posting Komentar