By : Pastor Jose Carol
Jakarta Praise Community Church
**
Ada beberapa kebenaran yang saya yakin dapat menolong kita menjadi pemimpin yang baik. Amsal 22:24 memberikan janji atau rahasia. Amsal ini memberikan rahasia pada apa yang hampir setiap orang cari dalam kehidupan.
Saat membaca dan merenungkan, saya temukan bahwa ayat ini mengandung janji mengenai kehormatan: bagaimana kita mendapat penghormatan, pengakuan, penghargaan, otoritas, pengakuan, promosi, wibawa, kelimpahan, dan kecukupan. Saya tidak bisa membayangkan ada orang berdiri dalam lingkungan raja dan hidup dalam kekurangan.
Semua yang kita cari dalam kehidupan, tersembunyi dalam ayat ini.
Amsal 22:29
Pernahkah engkau melihat orang yang cakap dalam pekerjaannya? Di hadapan raja-raja ia akan berdiri, bukan di hadapan orang-orang yang hina.
Amsal 22:29 (BIS)
Pernahkah engkau melihat orang yang cakap melakukan pekerjaannya? Orang itu akan dipekerjakan di istana raja-raja, bukan di rumah orang biasa.
Kunci dari semua penghormatan, pengakuan, penghargaan, otoritas, pengakuan, promosi, wibawa, kelimpahan, dan kecukupan yang dijanjikan ayat ini tersembunyi di satu kunci yaitu “cakap”. Saat saya teliti bahasa aslinya, bahasa Ibrani memakai kata “mahir”.
Bagi orang yang tidak berbahasa Indonesia, kata “mahir” mungkin tidak terlalu banyak berbicara tapi bagi kita yang berbahasa Indonesia, saya curiga kata “mahir” dalam bahasa Indonesia kemungkinan besar berasal dari bahasa Arab yang berasal dari bahasa Ibrani yang berbunyi “mahir”.
Kita tentu mengenal kata “mahir”. Orang yang mahir dalam apa saja yang dia lakukan, akan mendapatkan penghormatan, pengakuan, penghargaan, otoritas, pengakuan, promosi, wibawa, kelimpahan, dan kecukupan.
Modern King James atau New King James menerjemahkan “mahir” dengan kata “dilligent”.
Amsal 22:29 (New King James Version)
Do you see a man who excels in his work? He will stand before kings; He will not stand before unknown men.
Kemahiran memakai golok atau parang akan menentukkan seberapa jauh atau tinggi saya bisa pergi. Katakan saya orang yang bekerja di hutan sebagai pemotong kayu. Kerajinan dan kemahiran saya menentukkan seberapa jauh saya bisa pergi.
Dalam bahasa Inggris, terjemahan “mahir” dikatakan “quick” (orang yang cepat), “skillful” (menguasai alat yang ada di tangannya), rajin, tidak menunggu, dan gesit. Bahasa Inggris lain mengatakan readyatau selalu stand by setiap saat.
Kapak juga digunakan untuk memotong kayu, menebang hutan, dan sebagainya. New King James Version memakai kata “dilligent” atau rajin Dalam kamus, rajin diterjemahkan sebagai “persistent” dan “hardworking”. Ayat ini berjanji kalau bekerja keras dengan gigih (persistent), saya akan menerima penghormatan, pengakuan, penghargaan, otoritas, pengakuan, promosi, wibawa, kelimpahan, dan kecukupan.
Kata rajin atau dilligent dapat menjelaskan prinsip pertama. Orang yang bekerja keras dalam kehidupannya akan mendapat apa yang Tuhan janjikan. Beberapa kumpulan ayat dari Amsal di bawah ini akan mengajarkan kita prinsip-prinsip kehidupan.
Jika kita bekerja keras dengan rajin, Tuhan akan memberi:
1. Kendali dalam tangan kita
Amsal 12:24 à Tangan orang rajin memegang kekuasaan, tetapi kemalasan mengakibatkan kerja paksa.
Itu sebabnya kata mahir, cakap, rajin mengandung unsur disiplin dalam mengerjakan sesuatu sehingga kita dapat mengendalikan segala sesuatu.
2. Kelimpahan (Amsal 21:5, Amsal )
Pepatah Indonesia berkata, “hemat pangkal kaya” padahal harusnya “rajin pangkal kaya”.
Amsal 21:5 à Rancangan orang rajin semata-mata mendatangkan kelimpahan, tetapi setiap orang yang tergesa-gesa hanya akan mengalami kekurangan.
Amsal 10:4 à Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya.
Amsal 14:23 à Dalam tiap jerih payah ada keuntungan, tetapi kata-kata belaka mendatangkan kekurangan saja.
Amsal 12:27 à Orang malas tidak akan menangkap buruannya, tetapi orang rajin akan memperoleh harta yang berharga.
Dalam terjemahan bahasa Inggris dikatakan bahwa orang malas tidak memasak buruannya sendiri. Dia sudah menangkap buruannya namun karena begitu malas, dia tidak rela memasaknya sehingga tidak makan.
Amsal 13:11 à Harta yang cepat diperoleh akan berkurang, tetapi siapa mengumpulkan sedikit demi sedikit, menjadi kaya.
Kerajinan bukan hanya menolong menjaga apa yang telah kita milki tapi juga menambahkan apa yang sudah kita miliki. Jika malas, kita bahkan tidak bisa mempertahankan apa yang sudah kita miliki.
Itu sebabnya banyak orang dengan segera kehilangan apa yang ia miliki karena memang tidak berhasil mempertahankannya. Ada kualitas atau karakter tertentu yang tersimpan dalam kata rajin yang diperlukan agar dapat mempertahankan apa yang ia miliki yakni kerja keras.
Namun tak perduli seberapa keras bekerja, seringkali kita terbentur dengan banyak hal. Kita sering berkeluh kesah karena sudah bekerja keras memberi hasil terbaik tapi belum melihat hasilnya. Sepertinya ayat ini tak bekerja dengan baik.
Jika memotong kayu dengan gergaji listrik, saya tidak akan bekerja sekeras saya memakai kapak. Saya justru akan mendapat hasil yang lebih bagus dengan kecepatan yang lebih baik. Sisi dari rajin, tak hanya bekerja keras. Kata “rajin” tak hanya mengandung kata keja keras, keringat, bau, habis-habisan, berdarah-darah, dan sebagainya.
Banyak orang Kristen bekerja habis-habisan, berdarah-darah dalam segala area kehidupan. Tapi orang yang berdiri di hadapan raja adalah orang yang mahir. Jika kita gunakan perumpamaan menebang pohon, kata “mahir” tidak hanya berarti “gigih” dan “bekerja keras”. Kita memang perlu bekerja keras dengan rajin dan berusaha dalam segala hal, tapi “smart” penting,
Bukan soal seberapa besar kita bekerja keras tapi seberapa besar kita “smart”. Bukan masalah seberapa keras kita bekerja tapi seberapa bijaksana kita bekerja. Banyak di antara kita yang berharap punya lebih banyak waktu: “Jika punya waktu lebih banyak, saya dapat lakukan ini-itu. Jika punya uang lebih banyak, saya dapat lakukan ini-itu.”
Masalahnya bukan seberapa keras kita bekerja tapi seberapa bijaksana kita mengatur waktu.
Masalahnya bukan seberapa banyak kita memiliki uang tapi seberapa bijaksana kita mengatur pengeluaran. Masalahnya bukan seberapa banyak orang yang sudah kita ajak date untuk mendapat pasangan hidup yang ideal tapi seberapa bijaksana kita berpacaran.
Dengan menggunakan gergaji listrik, saya dapat bekerja lebih santai dengan hasil yang lebih baik. Kita perlu rajin tapi jangan tinggalkan kebijaksanaan, kepintaran dan hikmat yang Tuhan berikan dalam segala area kehidupan kita.
“Smart” tidak ada hubungannya dengan intelegensi atau kecerdasan kita.
Amsal 24:30-34
(30) Aku melalui ladang seorang pemalas dan kebun anggur orang yang tidak berakal budi.
(31) Lihatlah, semua itu ditumbuhi onak, tanahnya tertutup dengan jeruju, dan temboknya sudah roboh.
(32) Aku memandangnya, aku memperhatikannya, aku melihatnya dan menarik suatu pelajaran.
(33) Tidur sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk tinggal berbaring,
(34) maka datanglah kemiskinan seperti seorang penyerbu, dan kekurangan seperti orang yang bersenjata.
Amsal memberitahu kita bahwa orang malas dengan orang yang tidak berakal budi sama saja. Malas dan tidak berakal budi adalah satu koin dengan dua sisi yang berbeda. Sifat dasar keduanya sama hanya saja namanya berbeda. “Smart” bukanlah kecerdasan tapi sikap seseorang untuk belajar.
Untuk memakai sebuah gergaji listrik, seseorang perlu bertanya, belajar, dan rela melepaskan alat lama dari bapaknya dulu yang ia banggakan selama ini, dan seterusnya. Ada banyak hal yang perlu terjadi. Banyak hal tidak berkaitan dengan kecerdasan tapi sikap hati (heart attitude) seseorang untuk belajar, mencari tahu, dan menemukan sesuatu yang harus ia temukan.
Amsal 26:16
Si pemalas menganggap dirinya lebih bijak dari pada tujuh orang yang menjawab dengan bijaksana.
Orang yang tidak berakal budi tidak dikatakan sebagai orang bodoh tapi orang yang malas. Itu sebabnya jangan hanya memiliki niat, tekad, kerajinan, dan kerja keras tapi juga penting bagi kita untuk bekerja dengan “smart” dan bijaksana sehingga hasilnya jauh lebih baik dan lebih tajam dengan harga yang lebih murah.
Seorang pemimpin yang “smart” dan bijaksana dapat memimpin kehidupannya, rumah tangganya, serta kehidupan sekitarnya dengan baik tak hanya melalui kerja keras dan memakai akal untuk bertindak. Ada faktor ketiga yang penting: seorang pemimpin perlu berani mengambil keputusan.
Keberanian bukanlah tidak adanya ketakutan (courage is not the absence of fear but inspite of fear). Orang yang berani bukan berarti tidak punya rasa takut sama sekali. Orang yang berani adalah orang yang mengambil tindakan terlepas daripada ketakutan. Meski mengalami ketakutan, ia berani mengambil keputusan.
Courage is going from failure to failure without losing enthusiasm (Winston Churcill). Berani adalah berpindah dari satu kesalahan ke kesalahan berikutnya tanpa kehilangan semangat hidup atau antusiasme.
Courage is the greatest of all because if you haven’t courage, you may not have an opportunity to use any of the other things (Samuel Johnson). Keberanian adalah yang terbesar di antara semua standar moral yang ada karena jika tidak punya keberanian, Anda mungkin sama sekali tidak akan mempunyai kesempatan untuk mempergunakan semua yang lain.
Banyak orang sudah bekerja keras dalam kehidupan ini. Bagi yang sudah bekerja keras, kita harus bekerja dengan lebih bijaksana dalam mengatur segala sesuatu. Bagi kita yang berharap bekerja lebih keras, bangun hari ini dan bekerjalah lebih keras.
Tapi selain kerja keras memakai kebijaksanaan dan hikmat yang Tuhan berikan, kita juga harus berani untuk melakukan apa yang selama ini belum berani kita lakukan. Tanpa keberanian, ide yang kita miliki hanya tersimpan di benak dan tidak dapat menghasilkan apa-apa.
Bagaimana kita bisa memimpin kehidupan kita dengan bijaksana?
1. Bangun, Jangan Menunda
Amsal 6:9
(9) Hai pemalas, berapa lama lagi engkau berbaring? Bilakah engkau akan bangun dari tidurmu?
(10) Tidur sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk tinggal berbaring
(11) maka datanglah kemiskinan kepadamu seperti seorang penyerbu, dan kekurangan seperti orang yang bersenjata.
Jangan malas dan tidak mau tahu atau tidak mau belajar. Kita harus bangun menghadapi realita kehidupan, jangan menunda lagi.
Beberapa waktu lalu, saya dan isteri pergi ke luar negeri. Pada waktu pergi, koper yang kami bawa ketinggalan. Pesawat yang kami tumpangi tidak membawa koper kami. Koper kami tertinggal selama lima hari. Tertinggal koper selama itu adalah malapetaka.
Saya sendiri masih bisa survive walau dengan dua T-Shirt karena saya membawa jaket, membeli sikat gigi dan odol.
Tapi wanita jauh lebih susah. Tiap dua hari kami berpindah tempat. Koper tentu tidak mudah mengejar kami. Pada hari kelima, barulah kami mendapatkan koper tersebut. Di sepanjang lima hari itu, saya temukan ada beberapa hak yang saya miliki dari airlines yang terlambat memberi koper. Mereka akan mengganti 100% peralatan make-up dan mereimburs 50% pembelian baju.
Di Eropa, harus ada asuransi perjalanan. Saya segera membuka polis asuransi dan menemukan bahwa untuk keterlambatan dua jam pertama, kami berhak mendapat 150 dolar. Untuk keterlambatan dua belas jam berikutnya 150 dolar lagi. Berarti 250-300 dolar hari pertama. Saya tidak tahu polis mengcover berapa hari karena yang tertulis hanya 48 jam dan mereka tidak berasumsi koper terlambat lebih dari 48 jam.
Saya hitung lima kali lipat dari jumlah tersebut dan isteri saya sudah mulai berbelanja. Kami sudah tak pusing dan pada hari kedua bahkan kami sudah tidak perduli koper datang atau tidak.
Saya juga punya credit card dan credit card-nya memiliki asuransi. Saya masuk ke situs mereka dan memeriksa. Benar saja. Meski saya tidak membeli tiket dengan credit card, ada asuransi travelling, termasuk koper yang ketinggalan. Hanya saja tidak jelas berapa harga yang ia cover. Jika ditotal, jumlah keseluruhan yang berhak saya peroleh adalah sekian ribu dolar.
Tapi ribuan dolar tersebut belum datang hingga hari ini meski tagihan credit card sudah datang. Saya tidak dapatkan uangnya karena saya belum klaim. Alasannya sangat rohani yaitu lebih sibuk berdoa, berpuasa, dan mempersiapkan khotbah bagi Anda. Padahal, saya sudah diingatkan Roh Kudus untuk tidak menunda penyelesaian klaim.
It doesn’t matter how hard I work, if I don’t work smart, uang tersebut tidak bisa datang.
Saya kerja keras untuk Tuhan: mempersiapkan khotbah untuk banyak orang. Tapi saya tidak “smart”. Kadang kita bekerja keras dengan alasan spiritual. Lebih konyol lagi bila kita tidak bekerja keras karena alasan spiritual. Tanggung jawab segala sesuatunya tidak berada dalam tangan Tuhan.
Itu sebabnya Amsal berkata agar kita bangun dari kemalasan. Bangun dari keberadaan kita, hadapi realita.
Kita mungkin memiliki kesulitan hidup seperti dalam berpacaran, keuangan, dan pekerjaan. Dalam pekerjaan, misalnya, sudah lama Anda tidak mendapat promosi padahal sudah datang lebih awal. Pertanyaannya: apakah Anda sudah memenuhi kriteria atau ekspektasi atasan? Apakah yang Anda lakukan merupakan harapan atasan?
Saya temukan beberapa orang yang bekerja keras dan memiliki inisiatif namun inisiatifnya bukan seperti apa yang kami harapkan bahkan seringkali mengganggu. Ia berinisiatif namun salah bahkan tidak menolong pekerjaan yang harusnya dapat diselesaikan dengan lebih baik.
2. Komunitas (Lingkungan yang Tepat)
Amsal 15:22
Rancangan gagal kalau tidak ada pertimbangan, tetapi terlaksana kalau penasihat banyak.
Selain bangun dari realita dan bertekad untuk berusaha lakukan yang lebih baik, temukan komunitas sehingga kita tidak perlu bekerja terlalu keras namun dapat bekerja lebih baik dengan hasil yang lebih maksimal.
Komunitas yang mendukung akan memberi nasihat yang kita butuhkan. Kita dapat belajar sehingga hari demi hari kita mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Komunitas yang seperti itu akan menolong kita menjadi orang yang lebih baik. Jika tak memiliki komunitas, kita harus mengerjakan segala sesuatunya sendirian.
Kita akan frustrasi dan berkata “saya sudah bekerja keras, saya sudah berusaha sebaik mungkin”. Kemungkinan sesungguhnya kita hanya perlu satu informasi kecil yang dapat menolong kita berpindah dari parang ke gergaji listrik. Kita perlu lingkungan yang dapat menolong menemukan dan membeli alat tersebut dengan cara yang dapat kita bayar, dan seterusnya.
3. Kejarlah Hikmat yang Berasal dari Takut akan Tuhan
Amsal 16:16
Memperoleh hikmat sungguh jauh melebihi memperoleh emas, dan mendapat pengertian jauh lebih berharga dari pada mendapat perak.
Kejarlah hikmat dan pengertian dalam kehidupan. Selain bangkit dari keadaan dan memiliki lingkungan yang tepat, kita memerlukan hikmat yang berasal dari takut akan Tuhan. Saat kita takut akan Tuhan, hati dan Roh kita terbuka untuk menerima anugerah, pertolongan, dan hikmat dari Tuhan sehingga apa yang kelihatannya sulit dan mustahil, dapat kita selesaikan.
Credit : Ishak Surya
0 komentar :
Posting Komentar