01 Juli, 2013



Bacaan: Roma 12:9-12

Biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.- Roma 12:11



Sejujurnya kita lebih suka jadi penonton daripada jadi pemain. Untuk jadi pemain kita harus bersusah payah dan pengorbanan kita besar, sementara untuk jadi penonton kita tak perlu repot-repot. Jadi pemain harus siap dikritik, dicela atau bahkan diejek habis-habisan, sementara jika jadi penonton kita malah bisa mengkritik, mencela dan mengejek. Pemain selalu di pihak yang salah dan penonton selalu berada di pihak yang benar. Itu sebabnya orang lebih suka jadi penonton daripada pemain. Tak perlu susah-susah, cukup dengan tepuk tangan kalau baik, suit-suit kalau menarik, mengumpat kalau yang dilihat tidak seru dan teriak huuu..huuu kalau ada pemain yang melakukan kesalahan.
Hal yang sama juga terjadi di gereja. Menurut sebuah survey, jemaat Tuhan yang terlibat dalam pelayanan ternyata tak lebih dari 20%. Lalu bagaimana dengan yang 80%? Mereka hanya duduk manis dan jadi penonton saja. Masih mendingan jika ia berlaku sebagai penonton yang baik, dalam artian selalu memberi semangat dan support yang membangun meski tak terlibat secara langsung. Tapi ternyata lebih banyak jemaat yang memilih duduk dengan telunjuk siap teracung dan mulut siap meluncurkan kritik yang pedas. Mengkritik semua hal yang bisa dikritik. Mengkritik worship leader yang tak bisa membawa jemaat antusias dalam memuji Tuhan. Mengkritik pemain musik yang tak kompak. Mengkritik khotbah yang membuat ngantuk. Mengkritik kursi yang reyot, udara yang pengap, tempat parkir yang tak luas, bahkan hal-hal sekecil apapun tak luput dari kritikannya. Harap dimaklumi, itulah penonton!
Padahal seharusnya kita tahu bahwa kita semua dipanggil untuk jadi pemain dan bukan penonton. Panggilan untuk melayani bukan hanya ditujukan kepada kelompok-kelompok tertentu saja, melainkan kepada setiap orang percaya. Jangan pernah katakan bahwa kita tak punya talenta atau karunia. Memang talenta yang Tuhan berikan satu sama lain berbeda, ada yang diberikan banyak, tapi ada juga yang dipercayakan sedikit. Tapi yang jelas setiap orang dipercayakan sejumlah talenta. Jadi tak ada lagi dalih yang membenarkan kita hanya duduk manis dan menjadi pengamat saja di gereja. Setelah kita merasakan jadi pemain, maka sifat kita sebagai seorang penonton yang penuh kritik akan berhenti dengan sendirinya. Karena kita tahu bahwa menjadi pemain ternyata jauh lebih sulit daripada jadi penonton!

0 komentar :

Posting Komentar