31 Agustus, 2013



Bacaan: II Samuel 7:1-29

Biarla h mereka mempersembahkan korban syukur...- Mazmur 107:22



Kejadian seperti ini mungkin telah sering Anda jumpai bahkan Anda alami. Seorang ibu yang sedang menggendong anaknya memberikan sebuah biskuit kepada anaknya. Anak itu menerimanya dengan gembira dan memakannya. Lalu karena ingin berbagi dengan ibunya, anak itu menyodorkan biskuit itu ke mulut ibunya juga. Gambaran seperti inilah yang seharusnya terjadi dalam kehidupan kita sebagai anak-anak Tuhan. Kita memberi kepada Tuhan karena kita mengasihi-Nya.
Setiap orang memiliki banyak motivasi yang berbeda saat ia memberi kepada Tuhan. Bisa jadi karena ia ingin dihormati dan dikagumi orang lain, seperti yang pernah dialami oleh Ananias dan Safira dalam Kisah Para Rasul 5. Hal ini mendorong orang berlomba-lomba memberi dalam jumlah yang banyak agar nampak terlihat “wah”. Ada pula orang yang memberi karena terpaksa atau sungkan. Merasa 'ditodong' oleh khotbah pendetanya yang selalu ngomongin duit dan duit melulu, orang bisa memberi dengan terpaksa karena sebenarnya mereka tidak rela. Ingin mendapatkan tuaian yang berlipat kali ganda juga merupakan motivasi yang banyak diminati sekarang ini. Khotbah-khotbah tentang hukum tabur tuai, biblical economy, dsb, banyak membuat orang salah tanggap dan menabur dengan hati tertuju pada melimpahnya tuaian rupiah kelak. Pembangunan gedung gereja seringkali dijadikan lahan investasi para ‘investor rohani’. Ada juga orang yang memberi persembahan dengan tujuan memberi uang pelicin kepada Tuhan agar mengabulkan doanya. Tuhan dianggap seperti seorang pejabat yang bisa disogok dan mudah keblinger dengan materi. Tak sedikit pula orang memberi karena takut Tuhan marah dan mengobrak-abrik rumah tangga dan usahanya. Tuhan dianggap seperti preman pasar yang selalu minta jatah uang keamanan.
Seperti anak kecil dalam gendongan ibunya itu, motivasi kita dalam memberi seharusnya adalah karena kita mengasihi Tuhan sehingga kita ingin berbagi dengan-Nya. Ibu anak itu bisa saja membeli sekaleng biskuit untuk dirinya sendiri, ia tidak kelaparan atau membutuhkan biskuit. Namun naluri alamiah anak yang mengasihi ibunya ini secara otomatis menggerakkan tangannya untuk memberi. Tanpa khotbah panjang tentang tuaian 100x lipat, tanpa paksaan dan menginginkan pujian, secara tulus seharusnya kita akan memberi kepada Tuhan apa yang telah kita nikmati sebagai berkat-Nya karena kita mengasihi Dia.
Relakah Anda membuktikan kasih Anda kepada Tuhan dengan memberikan sebagian materi yang Anda miliki untuk anak-anak jalanan yang Anda temui hari ini?

0 komentar :

Posting Komentar