Dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus. Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh.
Sebagai orang percaya kita tahu bahwa Tuhan telah memberi kita amanat agung untuk memberitakan Injil ke seluruh dunia, untuk menjadikan semua bangsa murid Kristus.
Kita melakukan ini melalui mandat tujuh gunungt (seven mountains mandate) di mana orang-orang kudusNya Tuhan menginfiltrasi gunung-gunung budaya tempat mereka berada dengan nilai-nilai Kerajaan Allah.
Ada tujuh gunung budaya atau pembentuk pikiran yang harus kita taklukan: gunung agama, kepemerintahan, keluarga, pendidikan, media, perayaan (seni/hiburan/olahraga) dan ekonomi/bisnis. Masing-masing gunung ini walaupun berdiri sendiri namun saling terkait dan saling mendampaki, apa yang terjadi di satu gunung dapat mempengaruhi gunung lainnya.
Satu gunung yang sangat penting, yang dimana setiap kita berada adalah gunung keluarga. Setiap kita dilahirkan di dalam sebuah keluarga: bagaimana kita dibesarkan, nilai-nilai keluarga kita mempengaruhi bagaimana kita nantinya setelah dewasa.
Namun unit-unit keluarga berada di bawah serangan gencar setan saat ini, yang bisa kita lihat dalam bentuk keluarga yang terpecah-belah, buruknya hubungan antar orang tua dan anak, semakin merosotnya moralitas masyarakat zaman sekarang dan sebagainya. Padahal keluarga dan moralitas adalah fondasi dan elemen inti, untuk tatanan kemasyarakatan.
Jika struktur dan tatanan keluarga hancur, akan demikian pula jadinya dengan tatanan kemasyarakatan/sosial, dan dampaknya tidak hanya di gunung keluarga saja tapi juga menyebar ke gunung-gunung lain. Oleh sebab itu gunung keluarga adalah gunung yang harus kita taklukan terlebih dulu, kalau tidak, Tuhan berkata di Maleakhi 4:6 Dia akan memusnahkan seluruh bumi.
Oeran seorang laki-laki di dalam keluarganya sebagai seorang suami dan ayah sangatlah penting dalam mewujudkan sebuah keluarga Kristiani yang senantiasa kokoh dan berkembang dalam Tuhan. Di Alkitab dikatakan bahwa suami adalah kepala (head) bagi isteri sama seperti Kristus adalah kepala bagi gereja-Nya (Efesus 5:23).
Apakah yang dimaksudkan dengan suami adalah kepala bagi isteri? Pemahaman mengenai kata ‘kepala’ seperti pada waktu surat ini ditulis berbeda dengan pemahamannya sebagaimana kata itu digunakan pada zaman sekarang.
Pada zaman modern ini kata ‘kepala’ mengacu pada seseorang yang memimpin dan mengendalikan, berhak mengambil keputusan akhir, contohnya pusat pemerintahan, kepala pelatih, kepala negara.
Tetapi pada zaman rasul Paulus, kata ini memiliki makna yang berbeda sama sekali. Kata ‘kepala’ dalam bahasa Yunaninya disebut sebagai kephale (kef-al-ay), artinya sumber kehidupan. Orang-orang Romawi percaya bahwa kepala adalah sumber dari kehidupan karena seseorang akan langsung mati saat kepalanya dipenggal.
Ini terbalik dengan kita zaman ini, dimana kita berkata bahwa hati adalah sumber kehidupan dan kepala adalah pusat pemerintahan.
Dengan kata lain, seorang suami adalah sumber kehidupan bagi isteri sama seperti Kristus adalah sumber kehidupan bagi jemaat. Selama ini mungkin kita berpikir kalau suami adalah kepala bagi isteri maka sang suamilah yang posisinya paling berkuasa di rumah tangga, dialah yang berhak memutuskan segala sesuatu dan isterinya harus tunduk pada tiap perkataannya.
Tetapi ternyata bukan ini yang dimaksudkan oleh Tuhan. Tuhan menginginkan agar seorang pria, sebagai sumber kehidupan rohani bagi isteri dan anak-anaknya, memimpin dari posisi mengasihi seperti Kristus terhadap jemaatNya dan bukan dari posisi menguasai.
Ini mencakup hal-hal seperti penundukkan diri terhadap satu sama lain, kerelaan untuk berkorban, kesediaan untuk mengakui karunia dan kekuatan masing-masing dan mendorongnya untuk berkembang. Hanya pada saat seorang pria memimpin dari posisi mengasihi runah tangganya akan diberkati secara luar biasa.
Karena pernikahan adalah ketika dua orang individu yang berbeda untuk menyatukan hidup mereka sehingga seperti yang firman katakan, mereka menjadi satu daging. Tadinya mereka menjalani hidup mereka masing-masing dengan karunia dan kemampuan mereka.
Mereka adalah kapten dari nasib hidup mereka. Mereka membuat keputusan mereka sendiri. Namun setelah menikah tidak lagi mereka milik mereka sendiri. Mereka terikat satu sama lain dalam hubungan yang Tuhan maksudkan untuk menjadi yang terindah dalam hidup mereka.
Dimana kekuatan dan karunia dari masing-masing suami dan isteri tetap beridir sendiri dan berbeda tetapi saling mendukung dan melengkapi. Dimana keunikan mereka tidak menjadi sirna tetapi makin jelas terlihat dalam hubungan yang erat, kooperatif, dan membangun.
Untuk ini dibutuhkan perubahan paradigma kita akan kepemimpinan menurut pemikiran kita sendiri versus menurut Tuhan. Karena seringkali pemahaman kita mengenai sesuatu dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya negeri kita atau apa yang dianggap umum/lazim.
Namun hanya karena sesuatu sudah menjadi lazim, tidak berarti itu adalah hal yang normal menurut firman Allah. Mungkin adalah sesuatu yang lazim di Indonesia untuk para suami tidak memimpin dalam rumah tangga mereka, tetapi tidak berarti itu normal bila dilihat dari sudut pandang Tuhan.
Seringkali kita dibingungkan dengan apa yang umum/lazim dengan apa yang benar. Sebagai orang Kristen kita perlu melangkah melampaui itu, kita perlu mengerti bahwa kitalah yang membawa budaya yang baru ke dalam budaya yang lama yang sudah lama ada di negara kita.
Kita sedang menggantikan budaya lama dengan budaya baru yang adalah rencana Yesus ke manapun kita pergi. Dan hal ini paling nyata dalam keluarga kita, dalam rumah tangga kita.
Ada begitu banyak suami dan ayah yang gagal di gunung keluarga. Bagaimana kita bisa merebut negeri Indonesia ini bagi Kristus, bagaimana kita bisa mengambil alih gunung-gunung lainnya, bagaimana kita bisa memikul tanggung jawab dari suatu bangsa jika kita tidak bisa memikul tanggung jawab dari rumah tangga kita sendiri dengan baik?
Kita harus menyadari bahwa kehidupan ini bukan semata-mata mengenai diri kita sendiri tetapi mengenai membawa turun kerajaan Allah ke setiap gunung tersebut di tengah-tengah masyarakat, dimulai dari gunung keluarga.
Para pria, Tuhan memanggil Anda saat ini untuk masuk ke dalam pemahaman dan cara yang baru mengenai kepemimpinan, untuk bangkit menjadi para pemimpin yang menajdi sumber kehidupan keluarga mereka yang mengalirkan kehidupan tersebut ke dalam rumah tangga mereka. Akankah Anda meresponi panggilanNya?
Credits : Ishak Surya
0 komentar :
Posting Komentar