19 Agustus, 2011



Nah, bagaimana menjalankannya? Apa artinya tidak boleh cari uang? Jangan salah, Paulus menyatakan, “Jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan.”[i]

tapi ada beberapa prinsip sebagai kerangka berpikir:


a. Jangan pernah kuatir akan uang. 



Beribadahlah kepada Tuhan, maksudnya, layanilah Tuhan dengan baik, sekolahlah baik-baik, kerjalah baik-baik, pacaranlah baik-baik dengan yang seiman, hiduplah baik-baik, nanti Tuhan yang cukupkan dengan anugerah-Nya, karena Anda ternyata mendahulukan Tuhan daripada uang.



b. Uang adalah sesuatu yang Tuhan titipkan pada kita, untuk kita pertanggung jawabkan. 



Bertanggung jawablah semaksimal mungkin. Kalau tidak bertanggungjawab atas titipan Tuhan jadi semaunya… Misalnya dapat uang 100 ribu, ”Ah, ini semua uang saya, saya mau pakai uang untuk apa saja, terserah aku! Pokoke ini uangku.” Ini namanya salah konsep.


Kalau punya sikap seperti ini, sampai kapanpun tidak akan kaya. Ga kaya karena: Uang memang habis melulu dibelanjakan dengan tidak bijaksana. Yang lebih ngeri kalau Tuhan yang adalah sumber uang, tidak percayakan lagi kepadamu uang yang lebih besar. Tuhan tahu, kalau kamu dikasih lebih besar malah akan celaka!


Orang yang bisa dipercayai dalam hal-hal kecil, bisa dipercayai juga dalam hal-hal besar. Tetapi orang yang tidak bisa dipercayai dalam hal-hal kecil, tidak akan masuk dalam perkara besar.


Waktu bekerja di kantor, memakai barang-barang milik kantor, apakah kamu bertanggung jawab memakainya? Jangankan BOSS di Surga, Bos di dunia aja kalau melihat pegawainya merusak properti kantor, jangan harap bisa naik gaji. Dipotong gaji, ya iya...


Tuhan Yesus bilang, ”..kalau mengenai barang yang dimiliki orang lain, kalian terbukti tidak bisa dipercayai, siapa mau memberikan kepadamu apa yang menjadi milikmu?”[ii]


Jelas kita harus selalu mempertanggung jawabkan keuangan kita kepada Sang Pemberi. Misalnya dapat uang 100 ribu, ah ini uang milik Tuhan yang dititipkan pada saya, karena titipan maka harus saya dahulukan perpuluhan untuk Tuhan (karena itu milik Tuhan), baru sisanya boleh dipakai dengan bertanggungjawab.


Berkaca semua adalah titipan, kamu akan mempunyai sikap yang teliti, cerdas dan bijaksana dalam mengelola 100 ribu itu. Kalau mau beli barang selalu berpikir, ”Benar-benar aku perlu nggak yah?” Kalau tidak, ya jangan beli, tapi ditabung untuk keperluan yang lain. Nanti Tuhan tinjau dari Sorga, wah kamu dikasih uang sedikit bisa atur baik. Murah hati lagi, waktu ada orang yang membutuhkan, kamu masih mau membantu. Nah, orang yang kayak gini Tuhan cari, Tuhan lihat kamu seperti pipa dan bukan tong.


Pipa itu adalah saluran yang memberi berkat, lain tong apalagi tong sampah, berapapun yang dimasukkan akan habis karena di dalamnya ada bakteri dan cacing-cacingnya beserta tikus yang terus memakan apa saja yang masuk.



c. Memang semua yang kita punya adalah titipan, 



karenanya selalu bertanya kepada tuannya, ”Tuhan, saya mau ini, boleh ga?” Nah, walaupun Tuhan menitipkan kepada kita, ingat! Ingat! Dia sangat menghargai kepemilikan kita. Apa yang dititipkan-Nya (baca: diberikan), betul-betul milik kita. Tuhan tidak pernah berikhtiar merebut, atau memaksa untuk memberikannya pada orang lain.


Mau kasih atau tidak pada orang lain, itu betul-betul tanggung jawab Anda pribadi! Karena Tuhan sangat menghargai kepemilikan, maka Dia juga ingin kita bertumbuh di dalamnya. Di masa muda, Anda mungkin belum punya mobil, maka bekerjalah dengan giat, Tuhan akan buka jalan ke sana.


Setelah menikah mungkin kamu belum punya rumah, jangan kuatir, tetapi sekali lagi, Ingat! Tuhan mau kita memiliki, karena gairah kepemilikan adalah gairah yang besar untuk bekerja dan menghasilkan sesuatu yang bersumbangsih bagi dunia ini.


Jangan merasa risih jikalau dalam hati, Anda ingin memiliki sesuatu. Bukankah seluruh ciptaan-Nya memang ditujukan bagi manusia untuk dikuasai?

Kuasailah dengan baik! Inginkanlah yang baik! Milikilah yang baik. Bekerjalah dengan giat dan nikmatilah apa yang engkau rindukan, Tuhan besertamu!


d. Uang adalah alat dan bukan identitas dalam hidup kita. 



Kalau uang jadi identitas, pasti akan menyusahkan diri sendiri dan juga orang lain. Suka dan duka semata-mata ditentukan oleh ada tidaknya uang. Harga diri kita sebagai manusia TIDAK ditentukan oleh uang, tapi TUHAN. Identitas kita adalah anak Terang. Sumber kebahagiaan adalah Tuhan. Uang adalah ALAT. Peralatlah uang, jangan diperalat uang!



e. Tidak perlu berkeluh kesah kalau tidak punya uang. 



Bersyukurlah atas apa yang ada! Seperti yang Paulus ajarkan, ”Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.”[iii]


”Saya mengemukakan ini bukan karena saya berkekurangan, sebab saya sudah belajar merasa puas dengan apa yang ada. Saya sudah mengalami hidup serba kekurangan, dan juga hidup dengan berkelebihan. Saya sudah mengenal rahasianya untuk menghadapi keadaan yang bagaimanapun juga; baik keadaan makmur maupun keadaan miskin, baik keadaan mewah maupun keadaan berkekurangan. Dengan kuasa yang diberikan Kristus kepada saya, saya mempunyai kekuatan untuk menghadapi segala rupa keadaan,”[iv] lanjut Paulus dalam surat kepada teman-teman seiman di Filipi.


Janganlah hidupmu dikuasai oleh cinta akan uang, tetapi hendaklah kalian puas dengan apa yang ada padamu. Sebab Allah sudah berkata, "Aku tidak akan membiarkan atau akan meninggalkan engkau,"[v] kata penulis Ibrani.



f. Yang terakhir ini yang sangat penting: pengaturan uang bukan suatu teknik yang diajarkan tapi attitude. 



Attitude artinya satu tingkah laku yang sudah membentuk kebiasaan. Attitude berhubungan dengan temperamen dan gaya. Gaya ini biasanya hasil mencontoh orang tua.


Sabar Sedikit!


Saya kasih contoh diri saya sendiri. Saya dibesarkan dalam keluarga yang biasa-biasa saja, papa saya karyawan. Dulu waktu kecil, kalau diberikan barang-barang oleh mama selalu dikasih tahu harganya. Sekolah dapat tas dan sepatu, harganya pasti saya tahu. Sepatu jaman saya SD, saya masih ingat harganya 12 ribu sepasang. Gaya mama kalau belanja, tidak pernah satu toko langsung jadi, biasanya ke beberapa toko dulu baru dieksekusi. Nah, gaya ini yang menurun pada saya.


Saya pernah suka sebuah jam, buka harganya 225 ribu. Beli ga, beli ga. Akhirnya, saya beli dah...Berapa harga finalnya? 160 ribu. Segala sesuatu ada harganya dan saya tahu toko-toko suka up-grade harga, makanya belanja tidak boleh emosional. Emosional itu artinya: harga 225 ribu dibeli 225 ribu juga. Belanja harus cerdik, karena ada banyak toko yang jual, sebaiknya hunting ke sana-sini, cek harga. Sabar sedikit…


Karena saya diberi tahu harga setiap barang, maka saya menghargai barang itu. Harga sepatu tidak sebanding dengan uang jajan saya yang sehari 100 perak. Karena sudah tahu harga, saya agak lumayan bisa menjaganya, tidak pakai seenaknya. Mama juga sering bilang, ”Papa kerja setengah mati buat beliin kamu barang-barang, hati-hati yah...jangan cepat rusak.”


Ketika SMP 3 saya sudah kerja, sehari gajinya 5 ribu perak, sebulan dapat kira-kira 150 ribu. Dari uang ini saya beli buku sendiri, beli sepatu sendiri, beli tas sendiri. Waktu itu papa sudah meninggal. Saya tahu uang itu datang karena bekerja. Karena saya bekerja, saya dapat uang, saya bisa beli makan!

Sampai sekarang saya termasuk orang yang hati-hati dalam pengeluaran uang, tidak belanja sembarangan.


Sebaliknya, ada anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua yang tidak bisa atur uang. Persisnya, akan turun ke sang anak, dari kecil dibelikan sesuatu tanpa diberi tahu harga, baru pakai sepatu 3 bulan, ”Ma, sepatunya rusak. Beliin dong, ayo beli lagi!” Jamnya udah jelek, ganti dong, digantiin. Handphone sekarang ada cameranya loh, ganti dong. Diganti juga.


Anak seperti ini sampai dewasa kemungkinan sulit diajar mengatur uang, dari kecil tidak ada kebiasaan untuk menghargai barang yang diberikan. Ga punya sense untuk merawat dan memelihara yang ada,”Ini barangku, aku punya. Terserah aku dong!”


Kehidupan ada polanya. Pola yang baik harus diajarkan sejak kecil, sejak pegang uang pertama kali. Kalau dari kecil sembarangan dengan uang, maka nanti sudah dewasa susah sekali atur uang. Beberapa orang yang saya kenal, hutang credit cardnya sampai jutaan rupiah, sementara gajinya tidak sampai 1,5 juta rupiah. Ini karena dari kecil tidak diajarkan untuk menghargai harta pemberian Tuhan.



Best Regards,

Ev. Chang Khui Fa(source)
Taken from Book GARAM & TERANG for Youth, Road 5: Money! Money! Money!

[i] 2 Tesalonika 3:10b

[ii] Lukas 16: 10-12

[iii] Filipi 4: 6

[iv] Filipi 4: 11-13

[v] Ibrani 13: 5

0 komentar :

Posting Komentar